Selasa, 21 Juli 2009

pasar tumpah

Pasar tumpah merupakan pasar tradisional tidak resmi yang memanfaatkan ruang publik. Pasar tumpah bisa kita dapati di sekitar pasar modern, pasar tradisional, di pinggiran jalan, dan di sekitar permukiman. Dengan demikian, kegiatan pasar tumpah masih merupakan bagian dari pasar tradisional.

Studi kasus Kota Bandung

Pedagang pasar tumpah terbagi dalam dua karakteristik, pedagang bergerak dan pedagang semi-bergerak. Sebagian besar di antaranya (89,29%) memang tidak punya penghasilan lain kecuali berdagang di pasar tumpah. Profesi itu digeluti oleh 26,79% responden selama 10-25 tahun. Lainnya, 1-5 tahun (25,00%), lebih dari 15 tahun (23,21%), 5-10 tahun (17,86%), dan kurang dari 1 tahun (7,14%).

Pergerakan ekonomi di pasar tumpah terjadi cukup pesat. Hal ini disebabkan karena harga yang ditawarkan di pasar tumpah relatif lebih murah. Pedagang dapat menjual barang dagangannya dengan harga murah karena tidak perlu membayar sewa kios dan umumnya tidak punya tempat penyimpanan yang permanen sehingga barang dagangan harus cepat terjual (terutama untuk barang-barang yang cepat membusuk).

Berdasarkan hasil kajian Kantor Litbang Kota Bandung, rata-rata jumlah pembeli per hari per pedagang di pasar tumpah berkisar antara 5-200 orang. Dengan jumlah pedagang 7.000 orang, maka potensi pelanggannya mencapai kurang lebih 700.000 pelanggan.

Pasar tumpah juga dapat menyerap tenaga kerja yang cukup banyak dengan pendapatan relatif tinggi. Yakni berkisar antara Rp 150.000,00 s.d. Rp 4.000.000,00. Dengan demikian, rata-rata pendapatan pedagang pasar tumpah di Kota Bandung sebesar Rp 1.357.143,00 perbulan. Bandingkan dengan pendapatan pegawai di pasar modern yang umumnya antara Rp 400.000,00 s.d. Rp 1.100.000,00, atau rata-rata Rp 819.000,00.

Dengan demikian, berdagang di pasar tumpah memiliki daya tarik lumayan bagi para pencari kerja. Sekarang, bagaimana dengan potensi retribusinya? Apabila dihitung, potensi retribusi pasar tumpah Rp 7.665.000.000,00 per tahun.

Di pasar tumpah, selain murah, kadang-kadang kita juga menemukan barang dagangan yang unik dan kualitasnya tidak jauh beda dengan yang dijual di toko-toko.

Permasalahan

Di balik potensi di atas, pasar tumpah menimbulkan banyak permasalahan. Letaknya yang semrawut menyebabkan kemacetan dan membuat kotor lingkungan di sekitarnya. Untuk meningkatkan kenyamanan dan ketertiban di sekitar lokasi pasar tradisional, pemkot harus menertibkan para pedagang pasar tumpah ini. Hal ini didukung oleh hasil survei di mana mayoritas konsumen (65,43%) menyatakan bahwa pedagang pasar tumpah itu sangat mengganggu ketertiban.

Sebagian besar pedagang pasar tradisional bahkan menyatakan, pedagang pasar tumpah yang berjualan di luar pasar perlu direlokasi ke dalam pasar. Limbah mengandung senyawa asam yang dihasilkan oleh pasar tumpah dapat mempercepat kerusakan kualitas jalan. Pendeknya, biaya dampak yang ditimbulkan dari kegiatan pasar tumpah (kemacetan, kesemrawutan, lingkungan yang kotor, limbah, dan kerusakan jalan) tidak sebanding dengan potensi retribusi yang bisa ditarik.

Di samping itu, keberadaan pasar tumpah juga menjadi ancaman yang sangat signifikan bagi eksistensi pasar tradisional. Hal ini disebabkan karena jenis komoditas yang diperjualbelikan di pasar tumpah sama dengan yang diperjualbelikan di pasar tradisional dengan harga yang umumnya lebih murah. Jenis komoditas yang dijual di pasar tumpah sebagian besar merupakan sayuran (41,07%), disusul rokok dan makanan ringan (10,71%), sembako (3,57%), dan lainnya (44,64%). Hal ini menyebabkan terjadinya peralihan konsumen dan omzet dari pasar tradisional ke pasar tumpah.

Menurut responden, keberadaan pasar tumpah lebih dimungkinkan menjadi ancaman bagi pasar tradisional ketimbang pasar modern. Tak heran kalau 70% responden mengharapkan pasar tumpah tidak diizinkan lagi/direlokasi karena merupakan ancaman bagi mereka. Akan tetapi, penertiban kepada pedagang pasar tumpah sulit dilakukan. Hal ini disebabkan karena pedagang ini punya pangsa pasar yang cukup besar.

Selain hal di atas, sulitnya penertiban terjadi karena mereka dikenakan retribusi. Permasalahan lainnya adalah mahalnya kios yang ditawarkan menyebabkan mereka lebih memilih untuk berjualan di luar pasar. Sebanyak 55,36% pedagang pasar tumpah tidak menginginkan relokasi ke dalam pasar tradisional dengan alasan mereka sudah nyaman berdagang di pasar tumpah, biaya kios mahal, sudah punya pelanggan tersendiri, dan belum tentu berjualan di dalam pasar akan ramai dengan pembeli. Sedangkan sisanya sebesar 44.64% setuju jika dilakukan relokasi asalkan ke pasar yang strategis, ramai pembeli, dan biaya kios terjangkau.

dikutip dari Pikiran Rakyat Online. OLeh: H. M. Sumpena Hikall dan Dewi Gartika



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan bagi yang ingin berkomentar, mengkritik dan menambahkan saran